Sabtu, 29 Mei 2010

ITS Pamerkan Energi Listrik Daun Pisang




SURABAYA - Percaya atau tidak, ini bukti bahwa anak-anak muda mampu berprestasi melampaui generasi di atasnya.

Di antara deretan karya ilmiah Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), tercipta karya sangat inovatif. Karya itu adalah Banana Natural Energyzer (Ba-Na Gyzer).

Bersama puluhan karya lainnya, karya ilmiah mahasiswa ITS Ini dipamerkan dalam Pameran Bulan Unjuk Prestasi (PBUP) Surabaya di Plaza dr Angka ITS.

Tiga mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri ITS yang menemukan energi listrik bersumber daun pisang itu, yakni Hita Hamastuti, Zulfikar, dan Achmad Ferdiansyah. Hita Hamastuti mengatakan, ide membuat energi listrik tenaga daun pisang ini muncul setelah mengetahui kulit pisang memiliki kadar glukosa 18,5 persen.

Kadar glukosa ini bagus untuk diolah menjadi etanol.Alat ini menggunakan larutan asam asetat hasil fermentasi dari limbah kulit pisang. Fermentasi itu kemudian dimasukkan dalam tungku. Selanjutnya, dari tungku itu diberi selang untuk mengalirkan fermentasi ke dalam kotak kecil.

Di kotak ini terdapat katup anode dan katode untuk mengalirkan energi listrik. Lalu, tinggal jepit katup tersebut dengan penjepit aliran listrik. ”Seperti kita mengalirkan energi listrik dari air aki, tapi sumber energinya kanberbeda,” ujar Hita.

Gadis berkacamata ini menjelaskan, untuk menghasilkan tenaga listrik sebesar 1,5 volt dibutuhkan sebanyak 250 gram kulit pisang dicampur 250 ml air.

Bagi Hita, temuan energi listrik dari kulit pisang ini menjadi salah satu alternatif atas krisis energi yang terjadi belakangan ini. Selain ekonomi, Ba-Na Gyzer juga efektif dan ramah lingkungan.

Menariknya, ampas kulit pisang yang sudah tidak terpakai juga bisa dimanfaatkan untuk pupuk. Karya yang cukup inovatif ini mengantar para perancangnya menyabet gelar Juara I dalam Lomba Inovasi Teknologi Lingkungan (LITL) antarperguruan tinggi se- Indonesia 2009.
”Sebenarnya ada beberapa buah lagi yang memiliki kandungan sama seperti kulit pisang, yaitu kulit pepaya. Namun, ini belum menjadi kajian mendalam kami,” bebernya. Salah satu karya lainnya adalah Bacsket. Bentuknya mirip keranjang sampah, tapi alat ini memiliki sandaran dan diberi pengikat layaknya tas punggung.

Menurut salah satu mahasiswa yang berjaga di stan ini, Miftahul Arifin, Bacsket merupakan alat untuk membantu ibu-ibu yang memiliki banyak cucian. Sebab, cucian itu tinggal dimasukkan ke dalam Bacsket dan membawanya seperti membawa tas.

Di bagian sisi alat ini juga lengkapi tempat menaruh gantungan pakaian. ”Kami sudah perkenalkan alat ke sekitar 50 hingga 100 mahasiswa ITS. Ternyata respons mereka cukup bagus,” tuturnya. Di sebelah Bacsket terdapat alat mirip mainan berbentuk katak. Arifin menjelaskan, ini merupakan alat penyedot nyamuk. Alat berwarna hijau cerah dan putih ini dilengkapi kipas untuk membunuh nyamuk.

”Nyamuk kan paling suka warna-warna terang. Jadi, nyamuk ini akan tertarik dan masuk ke dalamnya. Kemudian akan dimatikan oleh kipas di dalam alat ini,” ucapnya.

Salah satu mahasiswa FTI lainnya, Ribut, juga tak mau kalah. Mahasiswa semester enam yang mengambil Jurusan Teknik Material Dan Metalurgi ini membuat kampas rem cakram dari bahan gabah. Dari hasil uji yang dilakukannya, Ribut yakin bahwa mutu kampas rem lebih baik dari produk pabrik.

Ribut mencontohkan, dalam kecepatan 20 km per jam, kemudian motor direm,kampas rem cakram buatan pabrik butuh jarak lima meter untuk bisa berhenti. Sementara untuk kampas rem dari bahan gabah ini hanya berjarak tiga meter. ”Butuh waktu selama empat bulan untuk membuat alat ini,” ungkapnya.

Remaja berusia 21 tahun ini menjelaskan, gabah merupakan penghambat temperatur yang baik, misalnya, gabah sebagai pelindung es batu untuk menghambat dingin.

Gabah yang sebelumnya sudah dihaluskan ini kemudian dicampur dengan lem perekat. ”Kalau dari segi keawetan,kampas rem ini bisa bertahan 1–1,5 tahun. Itu kalau dalam pengereman yang normal,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar