Rabu, 07 Juli 2010

Dipersenjatai Satpol PP Bisa Tambah Pongah..

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan menentang implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2010 yang mengizinkan penggunaan senjata api bagi Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP.

Penggunaan senjata api oleh Satpol PP dinilai dapat berpotensi membuat satpol PP semakin pongah.

"Pengalaman selama ini, Satpol PP banyak melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Saya pikir implementasi ini perlu dipikir ulang. Secara naluri, orang yang dilengkapi senjata bisa lebih beringas. Biasa jalannya santai, karena dikasih senjata, dia bisa membusungkan dada," ujar Tigor kepada Kompas.com, Rabu (7/6/2010) di Jakarta.

Ia mengatakan, Permendagri Nomor 26/2010 tak harus dijalankan. Soal dalih mengantisipasi dinamika di lapangan, Tigor mengatakan, mempersenjatai Satpol PP bukan solusi yang tepat.

Satpol PP, menurutnya, dapat melakukan koordinasi dengan kepolisian dalam melakukan pengamanan. Menurut UU Kepolisian, polisi adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam melakukan pengamanan di Indonesia.

Selain itu, sambung Tigor, secara psikologis, implementasi Permendagri tersebut juga salah. Pasalnya, masyarakat masih trauma dengan tindak tanduk Satpol PP dalam mengatasi kerusuhan massa di Koja, Jakarta Utara, terkait sengketa tanah Mbah Priuk.

Penggunaan senjata, lanjutnya, akan membuat citra Satpol PP semakin terpuruk. "Jadi, para pemangku kepentingan harus arif dalam membuat dan menerapkan peraturan," kata Tigor. 

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, pengaturan tentang persenjataan untuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP yang dikeluarkan Januari.

Menurut Mendagri, sebagai tindak lanjut PP 6/2010 tersebut, dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Api bagi Anggota Satpol PP. "Penggunaan senjata api sudah diatur dalam PP 6/2010 yang kemudian kita tindak lanjuti dengan Permendagri. Di situ memang dibolehkan menggunakan senjata api tetapi tidak peluru tajam," katanya saat ditemui di ruang kerjanya, di Jakarta, Selasa (6/7/2010).

Pasal 24 PP 6/2010 menyebutkan untuk menunjang operasional, Polisi Pamong Praja dapat dilengkapi dengan senjata api yang pengaturan mengenai jenis dan ketentuan penggunaannya berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam penjabarannya di Permendagri 26/2010, pasal 2 menyebutkan jenis senjata api bagi anggota Satpol PP terdiri atas senjata peluru gas, semprotan gas, dan alat kejut listrik.

Menurut Mendagri, penggunaan senjata bagi anggota Satpol PP tidak sembarangan dan harus melalui prosedur yang ketat. Pemberian senjata harus melalui proses seleksi dan dengan izin dari kepolisian. "Kalau dinilai layak ya diberikan (senjata), kalau tidak ya tidak. Itu hanya berhak, belum tentu dia dapat kalau tidak memenuhi persyaratan," katanya.

Selain itu, Satpol PP juga menerima pendidikan, pelatihan dan pemberian bimbingan dari mendagri, gubernur dan bupati/wali kota tentang penggunaan senjata.

Mendagri mengatakan pihaknya siap memberikan penjelasan tentang penggunaan senjata bagi Satpol PP pada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan DPR jika diminta. "Kita akan jelaskan, kita siap," katanya.

Mendagri menekankan bahwa penggunaan senjata bagi Satpol PP adalah untuk mendukung pelaksanaan tugas.

Gamawan juga membantah apabila pengaturan senjata bagi Satpol PP berhubungan dengan kasus bentrokan Satpol PP dengan warga yang tinggal di kawasan Koja, Jakarta Pusat, April lalu. "Tidak ada hubungannya itu. Peraturan Pemerintah sudah dikeluarkan sejak Januari 2010," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar