Kamis, 24 September 2009

Ketentuan Baru PPN dan PPNBM Mulai Berlaku April 2010

DPR dan Pemerintah menyetujui RUU PPN dan PPnBM untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Demi kepastian hukum dan kesederhanaan administrasi perpajakan.

Kalau Anda merupakan wajib pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), bersiap-siaplah membuat kalkulasi. Mulai 1 April 2010 mendatang Pemerintah akan memberlakukan aturan baru setelah DPR dan Pemerintah menyetujui RUU PPN dan PPnBM untuk disahkan menjadi Undang-Undang pada Rabu (16/9) lalu. Berdasarkan kesepakatan DPR dan pemerintah, aturan baru itu mulai berlaku April tahun depan.

Wet baru ini merupakan perubahan ketiga atas UU serupa. Revisi terbaru ini diharapkan lebih memberikan keadilan dan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajibannya, kesederhanaan administrasi perpajakan, kepastian hukum, konsistensi dan transparansi, meningkatkan daya saing serta dapat meningkatkan investasi asing maupun dalam negeri.

Pelaksana Menko Perekonomian sekligus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam UU PPN dan PPnBM baru ini, pemerintah dan DPR telah mewadahi segala kepentingan pemaku kepentingan. Tak lupa, Sri Mulyani menyatakan penerapan Undang-Undang ini bertujuan menambah pundi-pundi penerimaan negara. “Karena ada kepentingan seluruh pihak akan adanya aturan yang menampung kebutuhan dan aspirasi pelaku ekonomi, maka dibutuhkan aturan baru yang mampu mengantisipasi perubahan ekonomi domestik dan global,” jelasnya.

Dalam UU PPN dan PPnBM, pemerintah menetapkan sejumlah jenis barang yang layak dikategorikan sebagai barang mewah sehingga pantas dikenakan pajak. Dalam UU itu disebutkan bahwa yang dimaksud dengan barang kena pajak yang tergolong mewah dapat dikategorikan dalam empat kategori. Empat kategori barang mewah itu adalah barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok, barang itu yang hanya dikonsumsi masyarakat tertentu, barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi dan atau barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.

Pengenaan PPnBM atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah ini tidak memperhatikan siapa yang mengimpor barang kena pajak tersebut. Pajak juga dikenakan dengan tidak melihat apakah impor tersebut dilakukan secara terus menerus atau hanya sekali saja. Selain itu pengenaan PPnBM terhadap suatu penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah, tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari barang itu telah dikenai pajak atau tidak dikenai pajak pada transaksi sebelumnya. Selanjutnya, ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenakan PPN tersebut, rinciannya akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Ada lima jenis barang kebutuhan pokok yang dibebaskan pajak, yaitu daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran, dan buah-buahan segar. “Kami menyepakati dalam rangka pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan tersedianya sumber gizi yang harganya terjangkau, maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran dan buah-buahan segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak kena PPN,” ujar Ketua Panja RUU PPN dan PPnBM Vera Febyanthy dalam keterangannya, Senin (14/09).

Vera mengatakan, sebelumnya, Panja RUU PPN dan PpnBM telah melakukan pembahasan terhadap Daftar Invesntarisasi Masalah (DIM) yang berjumlah 380 DIM dengan rincian 97 DIM tetap dan 283 DIM dengan perubahan. Setelah melalui perdebatan dan diskusi yang panjang, Panja dan pemerintah akhirnya dapat menyepakati beberapa substansi penting dalam RUU tersebut. Hasil kesepakatannya antara lain, tarif PPN tetap sebesar 10 persen dan pemerintah dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, diberi wewenang mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen, dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.

Lalu disepakati juga, dalam rangka menetralkan pembebanan PPN dan menambah daya saing kegiatan jasa yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia di luar daerah pabean dan pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari Indonesia di luar daerah pabean, maka atas ekspor BKP dan JKP (Jasa Kena Pajak) tidak berwujud dalam RUU PPN dikenakan tarif 0 persen. “Panja juga menyepakati barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya tetap sebagai BKP yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan mekanisme pedoman pengkreditan pajak masukan atau deemed pajak masukan,” terang Vera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar