Kamis, 24 September 2009

DPR Setujui RUU Perlindungan Lahan Pertanian

Menjadi payung hukum untuk membatasi alih fungsi lahan pertanian. Implementasi di daerah menjadi kunci.

Alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi lokasi perumahan, hotel, atau infrastruktur jalan tidak lagi bisa sembarangan dilakukan. Kapasitas produksi pangan dan dampak negatif alih fungsi lahan itu kepada petani harus menjadi pertimbangan. Inilah antara lain poin-poin penting RUU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) yang disetujui DPR, Rabu (16/9) untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

Payung hukum ini, menurut Ketua Komisi IV DPR Ishartanto, dibuat guna mengantisipasi dampak negatif alih fungsi lahan pertanian pangan terhadap kesejahteraan petani secara menyeluruh. RUU ini adalah inisiatif DPR, terdiri dari 18 bab dan 77 pasal. “RUU ini dibuat karena kritisnya lahan pertanian di Indonesia yang disebabkan oleh perkembangan zaman,” kata Ishartanto.

Untuk mengantisipasi semakin berkurangnya lahan pertanian pangan, RUU mengamanatkan bahwa masyarakat bisa mengusulkan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan sebelumnya dimusyarawahkan oleh pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten kota.

Dijelaskan Ishartanto, RUU PLPPB yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ini memiliki tujuan yang sehat, yakni mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. “Pengaturan tersebut merupakan antisipasi atas terjadinya perkembangan zaman dan kebutuhan dalam pemanfaatan lahan oleh berbagai sektor yang akhir-akhir ini semakin berkembang pesat,” ujarnya.

Karena perlindungan lahan pertanian pangan merupakan bagian dari penataan ruang wilayah, maka perlu dilakukan perlindungan dalam menetapkan kawasan-kawasan pertanian pangan. “Perlindungan kawasan dan lahan pertanian pangan dilakukan dengan menghargai kearifan budaya lokal serta hak-hak komunal adat,” katanya.


Pasal 23 UU PLPPB

(1)    Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai rencana tata ruang wilayah nasional.

(2)    Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan provinsi diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah provinsi.

(3)    Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Daerah mengenai rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

(4)    Penetapan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menteri Pertanian Anton Apriantono memberikan apresiasi atas persetujuan DPR terhadap RUU PLPPB. Ia menegaskan, sumber daya lahan di Indonesia sudah semakin memprihatinkan. Karena dari tahun ke tahun tekanan terhadap sumber daya lahan makin meningkat. Hal itu disebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk sekitar 1,34% pertahun, dan luas lahan yang ada relatif tetap.

Selain itu juga terjadi penguasaan persaingan yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan, terutama sektor pertanian dan non pertanian. Jika dilihat pada nilai ekonomi, persaingan seperti ini hanya akan memenangkan industri dan perumahan. Menurut Menteri kondisi ini sangat membahayakan lahan pertanian berkelanjutan di Indonesia. “Hal itu terlihat dari makin meningkatnya laju besaran alih fungsi lahan pertanian dari tahun ke tahun. Alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non pertanian dari tahun 1999-2002 diperkirakan mencapai 330.000 ha atau setara dengan 110.000 ha per tahun,” paparnya saat menyampaikan pandangan Pemerintah.

Untuk itu, sudah sepantasnya upaya perlindungan lahan pertanian pangan tidak saja dilakukan tehadap lahan pertanian pangan yang sudah ada, tapi terhadap lahan-lahan potensial yang berfungsi sebagai lahan cadangan. Maka dengan diundang-undangkannya RUU PLPPB memberi jaminan dan kepastian hukum untuk melakukan perluasan lahan. Perluasan ini dilakukan dalam upaya mengantisipasi jumlah penduduk yang sudah barang tentu berimplikasi kepada pemenuhan untuk kecukupan kebutuhan pangan bagi rakyat melalui peningkatan produksi. Artinya, salah satu potensi terbesar untuk dijadikan lahan cadangan adalah pemanfaatan lahan terlantar.

“Substansi dari UU PLPPB ini sudah seharusnya menjadi muatan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPKM), Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RPJP), Rencana Tahunan baik di pusat, provinsi dan kabupaten/kota melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sampai ke Peraturan Daerah (Perda) terkait dengan tata ruang wilayah baik provinsi maupun kabupaten/kota,” ujar Menteri Pertanian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar