Selasa, 22 Desember 2009

Perjanjian Pra NikAH

Ini kisah tentang Dina, 25 tahun, karyawati swasta di Jakarta, yang tahun depan akan menikah dengan kekasihnya. Beberapa waktu lalu, calon suaminya mengusulkan untuk mengatur perjanjian pra-nikah. Hal itu membuat Dina kaget, sakit hati dan meragu karena belum apa-apa sudah mengatur harta gono-gini bila terjadi perceraian. Beberapa poin yang tercantum dalam perjanjian tersebut antara lain, bila nanti bercerai, Dina tidak berhak menuntut uang dengan jumlah tertentu dari dia. Begitu juga waktu masih terikat tali pernikahan, di situ diatur cara pengelolaan uang Dina dan uang suaminya.

Yang membuat Dina sakit hati sekali, kok belum menikah calon suami sudah membicarakan perceraian, apalagi kesannya dia itung-itungan sekali dalam mengatur keuangan sewaktu menikah nanti? Walhasil, Dina kecewa dan berpikir untuk mempertimbangkan kembali rencana pernikahannya dengan kekasihnya itu.

Cerita ini mungkin saja terjadi di masyarakat kita yang sudah mulai lebih terbuka dengan persoalan keuangan. Namun demikian sering kali salah satu dari calon pasangan tidak mengkomunikasikan hal tersebut dengan baik dan benar sehingga terkesan seperti egois, tidak romantis, dan materialistis. Untuk itu dalam pembahasan kali ini kami akan mengulas seputar perjanjian pra-nikah sehingga masing-masing pasangan dapat memahami hal ini dengan lebih baik.

Pisah Harta

Perjanjian Pra-Nikah (Pre-Nuptial Agreement) secara mendasar dapat diartikan sebagai suatu perjanjian dimana pihak pria dan wanita yang akan menjalani pernikahan secara sepakat mengadakan perjanjian pisah harta, dimana harta yang dimilikinya bukan merupakan harta bersama, tetapi tetap menjadi miliki masing-masing individu.

Perjanjian Pra-Nikah hanya bisa dilakukan atau dibuat sebelum kedua pasangan melangsungkan acara pernikahan. Sebaiknya pembicaraan mengenai hal ini dilakukan jauh-jauh hari sebelum waktu pernikahan. Mengapa? karena ide perjanjian Pra-Nikah ini sangat sensitif seperti halnya cerita diawal pembahasan ini. Diskusikan dengan calon pasangan Anda secara baik-baik dan mulailah membicarakan secara terbuka, pertimbangkan pandangan masing-masing calon pasangan untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk melakukan hal ini. Jangan memaksakan kehendak.

Setelah kesepakatan antara Anda berdua, maka dapat dibuat perjanjian tersebut. Pembuatan dan pengesahan perjanjian ini harus dilakukan di Notaris.

Di negara-negara maju, perihal perjanjian Pra-Nikah sudah lazim dilakukan. Awalnya banyak dilakukan oleh kalangan berduit, dimana masing-masing sudah memiliki aset yang sangat besar misalnya artis. Namun, sekarang ini kalangan umum sudah mulai mempertimbangkan perjanjian Pra-Nikah, apalagi bilamana mereka pernah mengalami perceraian sebelumnya.

Sementara itu di Indonesia, perjanjian ini belum terlalu popular. Hal ini terkiat erat dengan kultur ketimuran yang masih menganggap pembicaraan mengenai pemisahan harta dalam suatu keluarga adalah hal yang tabu dan kurang pantas dibicarakan.

Macam perjanjian

Secara awam dan garis besar, perjanjian Pra-Nikah dapat digolongkan menjadi dua macam. Namun, isi dari perjanjian Pra-Nikah atau beberapa klausal didalamnya dapat di buat sesuai dengan keinginan Anda dan pasangan Anda. hal ini tentunya harus didiskusikan pula dengan Notaris.

1. Perjanjian Pemisahan Harta Murni
Dalam perjanjian pisah harta jenis ini, kedua belah pihak sepakat untuk benar-benar memisahkan segala macam harta, utang, dan penghasilan yang didapat oleh masing-masing pihak, baik yang diperoleh sebelum menikah maupun yang didapat setelah menikah. Artinya, apabila terjadi perceraian, maka tidak ada harta gono-gini (permbagian harta yang didapat setelah pernikahan), karena sejak awal pernikahan mereka telah membuat perjanjian Pra-Nikah yang membedakan harta, utang dan penghasilan masing-masing baik yang dimiliki sebelum menikah maupun sesudah. Jadi dalam hal ini, semua harta, utang dan penghasilan diperlakukan terpisah. Bagaimana pula dengan pengeluaran regular keluarga, termasuk didalamnya biaya pendidikan anak dan keperluannya, biasanya seluruhnya ditanggung oleh pihak suami walaupun hal ini masih bisa didiskusikan dengan pasangan.

2. Perjanjian Harta Bawaan
Dalam perjanjian jenis ini, harta, utang, dan penghasilan yang diperlakukan secara terpisah adalah harta, utang, dan penghasilan yang didapat masing-masing pihak sebelum pernikahan. Adapun untuk harta, utang dan penghasilan yang didapat setelah menikah diperlakukan sebagai harta bersama. Bila terjadi perceraian maka harta bersama yang didapat setelah pernikahan dapat dibagi secara adil (harta gono-gini). Sedangkan harta bawaan sebelum menikah akan tetap menjadi milik masing-masing pihak. Dalam perjanjian jenis ini, pengeluaran yang dibutuhkan untuk keperluan keluarga termasuk biaya pendidikan dan kebutuhan anak-anak akan menjadi tanggung jawab bersama.

Pandangan negatif masyarakat

Banyak anggapan bahwa membuat perjanjian Pra-Nikah bagi pasangan yang ingin menikah berkesan sangat tidak romantis, tidak saling percaya materialistis, bertentangan dengan adat istiadat orang Timur dan juga egois. Sebagian besar masyarakat masih memandang perjnjian Pra-Nikah secara negatif. Komentar seperti,”Menikah saja belum, sudah memikirkan bagaimana kalau bercerai”, tanggapan seperti ini menurut kami adalah wajar. Hal ini terkait dengan budaya ketimuran yang masih kental dengan unsur-unsur religius.

Banyak kalangan juga merasa perjanjian ini bisa menimbulkan kerenggangan dalam keluarga terutama bagi mereka yang belum dapat menempatkan perjanjian ini pada tempatnya. Dikhawatirkan perjanjian ini malah menimbulkan prilaku cuek, tertutup dan terkesan saling tidak mau tahu terhadap permasalahan keluarga sehingga ditakutkan malah mengganggu keharmonisan hubungan keluarga.

Oleh karena itu, jika Anda berkeinginan untuk menggunakan perjanjian ini dalam kehidupan rumah tangga yang akan Anda bangun bersama dengan pasangan Anda, sebaiknya dibicarakan dan didiskusikan dengan baik. Sehingga hal ini dapat memberikan manfaat bukannya malah menjadi hal yang mengakibatkan ketidak harmonisan hubungan kekeluarga yang akan Anda bina bersama. Satu hal penting yang harus dipahami adalah perjanjian Pra-Nikah bukanlah persiapan untuk bercerai.

Beberapa Manfaat

Terlepas dari berbagai pandangan negatif mengenai perjanjian Pra-Nikah, tidak sedikit saat ini orang yang beranggapan bahwa perjanjian ini tidak melulu buruk. Tentunya ada manfaat yang bisa diambil dari perjanjian ini. Mari kita lihat satu persatu manfaatnya.

1.Memulai pernikahan dengan keterbukaan
Karena kurangnya komunikasi yang baik antara calon pasangan suami istri, biasanya yang menyebabkan pertengkaran karena perjanjian ini. Sebenarnya kalau dikomunikasikan secara baik hal ini dapat menjadi awal keterbukaan masalah keuangan yang sering kali tabu dibicarakan dalam keluarga. Dengan adanya perjanjian ini Anda dan calon pasangan Anda memiliki kesempatan untuk saling mengekspresikan keinginan masing-masing terkait dengan masalah keuangan. Berkomunikasi secara terbuka dan jujur malah bisa membangun kebersamaan antara pasangan suami istri dan membawa keharmonisan dalam keluarga.

2. Menghindari maksud atau kebiasaan buruk pasangan
Pada zaman seperti sekarang ini, apa pun bisa saja terjadi termasuk dalam pernikahan. Mungkin saja ada pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan pernikahan sebagai sarana untuk mendapatkan kekayaan seseorang (terutama dari hasil pembagian harta gono-gini). Nah untuk mencegah hal ini terjadi, sudah banyak kalangan yang mulai memanfaatkan perjanjian Pra-Nikah guna melindungi hartanya dari maksud buruk pasangan. Mungkin sebagian orang mengatakan kalau alasannya seperti ini, apakah itu bukan sikap yang egois? Menurut hemat kami tentunya pertimbangannya bukan hanya dari segi penyelamatan harta tetapi juga menyangkut terjaminnya masa depan anak-anak yang dilahirkan kelak.

3. Mengantisipasi kerusakan keuangan karena sifat boros pasangan
Padangan pribadi seseorang mengenai keuangan seringkali berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal seperti lingkungan dimana dibesarkan serta pengetahuan yang diterima. Terkadang dalam keluarga, masing-masing pasangan memiliki kebiasaan yang berbeda mengenai keuangan, misalkan yang satu sangat hemat sedangkan yang lainnya borosnya setengah mati.
Kebiasaan boros sangat sulit “disembuhkan”. Membutuhkan niat serta kerja keras yang tinggi. Bagaimana kalau kebiasaan ini bisa mengancam kestabilan keuangan keluarga? tentunya Anda harus bertindak bukan.
Solusinya bisa menggunakan perjanjian Pra-Nikah ini. Dengan pernjanjian ini maka pasangan yang memiliki sifat boros hanya bisa menggunakan uangnya sendiri dan tidak ada hak untuk menggunakan uang pasangannya. Akan tetapi, dengan adanya perjanjian ini bukan dengan serta merta pasangan yang satu cuek aja. Menurut hemat kami, tetap ada kewajiban untuk saling mengingatkan dan mencoba mengubah kebiasaan buruk pasangannya.

4. Membebaskan pasangan dari tindakah hukum
Dalam banyak hal yang berkaitan dengan pengambilan kredit, biasanya pasangan diharuskan juga untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut. Hal ini disyarakatkan oleh bank karena bank berpendapat bahwa harta suami istri adalah harta bersama. Oleh karenanya, utang juga menjai utang bersama. Dengan adanya perjanjian pisah harta, kondisinya menjadi berubah. Yang mengajukan kredit yang bertanggung jawab tidak termasuk pasangannya.

Dengan ulasan singkat ini, Anda dapat menentukan sendiri apakah Anda perlu mempertimbangkan untuk menggunakan perjanjian Pra-Nikah ini atau tidak sebelum Anda memutuskan untuk melangsungkan pernikahan. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar