Senin, 09 November 2009

PARKIR DI TUBUH JANDA

Ada nggak ya orang yang lebih mblubut (tak tahu malu) dari Pomo, 40, tukang parkir dari Kediri (Jatim) ini? Sudah diberi fasilitas numpang hidup di rumah janda Marsinah, 45, kok malah menyetubuhinya dengan paksa. Padahal ketika dimintai tanggungjawab menikahi, dia malah kabur macam bos Bank Century.

Taktakala seseorang berutang budi, biasanya dia akan serba tak enak dan sungkan kepada pemberi budi. Sebab bagaimana pun juga, entah kapan waktunya dia harus bisa membalasnya, karena pepatah mengatakan: utang emas bisa dibayar, utang budi dibawa mati. Tapi ngomong-omong soal utang budi, mungkin hanya dua Budi yang tak punya utang di Ibukota ini: Budi Santosa (Priyo) di Fraksi Golkar DPR, dan Budi Anduk di Anteve (Tawa Sutra - Red).

Iktikad selalu mengingat jasa dan budi seseorang, harus dimiliki setiap insan bermasyarakat, kecuali Pomo, warga Kelurahan Bandar Kidul Kecamatan Mojoroto, Kediri. Betapa tidak? Sudah sekian lama dia makan dan tidur dijamin oleh janda Mursinah, eh kok lama-lama ingin menyetubuhi si janda, mentang-mentang si janda lama ra payu laki (baca: menikah). Bukankah sama saja Pomo ini sebagai kere munggah bale, atau air susu dibalas air tuba?

Kedekatan Pomo pada Mursinah memang sudah lama, karena mereka sama-sama berkutat di Pasar Banjaran. Si janda berjualan dalam sebuah kios, dan Pomo jadi tukang parkir kendaraan di halaman pasar itu. Kebetulan kios Mursinah juga tepat di dekat Pomo bertugas. Dus karena itu, sambil prat-prit dan ngomong kiri-kiri balas….mata Pomo suka meluangkan waktu lirak-lirik si janda pemilik kios. “Dancuk, ayune dipek dhewe (sialan, cantik amat janda ini),” kata Pomo menggerutu.

Ada kesan, tukang parkir satu ini begitu buas akan makhluk wanita. Maklumlah, meski punya anak istri di rumahnya, tapi sudah lama dia tak akur pada ibunya anak-anak. Karenanya dia jarang pulang, bahkan sering pula menginap di rumah si janda di Desa Klanderan Kecamatan Plosoklaten. Kepada si janda pula dia suka curhat tentang rumahtangganya. Sebagai wanita yang lebih tua satu pelita dari Pomo, dia pun sering memberi nasihat demi keutuhan rumahtangganya.

Harusnya Pomo sadar dan menuruti nasihat wanita yang layak jadi kakaknya tersebut. Tapi yang terjadi, dia justru ngelunjak, pengin mengawini Marsinah. Lho, lho, kok jadi begini? Untuk menghindari hil-hil yang mustahal, Pomo disuruh pulang, tapi tak mau. “Bilakah kita kan jumpa seperti ini, memandang wajahmu lagi sepuas hati, aku enggan untuk pulang, walau waktu tlah menjelang, kuingin kelon seribu tahun lagi…….” kata Pomo sambil plesetan lagu “Pertemuan” milik Anna Mathovani taun 1966-an.

Sialnya, Mursinah tak tegaan. Karena sudah lama kenal baik, Pomo malah diberi tumpangan tempat tinggal, plus diberi jatah makan sekalian. Cuma sejak tukang parkir itu tinggal di rumahnya, dia setiap tidur selalu kunci kamar dan pakai jins rangkap dua. Sekadar jaga-jaga, siapa tahu kehormatan bisa hilang tiba-tiba akibat kenekadan Pomo. Sebab jaman era gombalisasi sekarangi ini, jangankan kehormatan nggak hilang, ayat tembakau saja bisa hilang dari DPR ke Istana.

Apa yang ditakutkan Mursinah ternyata benar. Tiga bulan tinggal bersamanya, Pomo jadi buas. Saat tuan rumah lupa kunci kamar, dia masuk dan menyetubuhi si janda dengan paksa. Karena sudah kadung terjadi atau kadung enak, Mursinah hanya menuntut Pomo untuk segera menikahi, bahkan biaya perhelatan sebesar Rp 4 juta juga diberikan. Tapi boro-boro tukang parkir itu mengurus ke KUA, justru setelah berhasil “parkir” di atas tubuh Mursinah, dia minggat. Terpaksa si janda kempling mengadukan kasus ini ke Polres Kediri. “Saya diperas luar dalam, Pak!” kata Mursinah pada polisi.



Yang luar kaya apa, yang dalam seperti apa, sih Mbak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar